1. Q.S Al-Hasyr (59) :18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (١٨
2. Terjemahan Q.S
Al-Hasyr (59) : 18
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
3. Arti Perkata Q.S
Al-Hasyr (59) : 18
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا = Hai orang-orang yang beriman;
Hanya untuk umat Islam pengikut Nabi Muhammad SAW
اتَّقُوا اللَّهَ = bertakwalah kepada Allah
وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ = dan hendaklah setiap
diri memperhatikan
مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ = apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat);
Hal
ini bisa diartikan juga bahwa kita diperintahkan untuk selalu melakukan
introspeksi dan perbaikan guna mencapai masa depan yang lebih baik. Melihat
masa lalu, yakni untuk dijadikan pelajaran bagi masa depan. Atau juga
menjadikan pelajaran masa lalu sebuah investasi besar untuk masa depan.
وَاتَّقُوا اللَّهَ = dan bertakwalah kepada Allah
إِنَّ
اللَّهَ = sesungguhnya Allah
خَبِيرٌ
بِمَا تَعْمَلُونَ = Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
4. Munasabah Q.S
Al-Hasyr (59) : 18
Hubungan antara Q.S Al-hasyr : 18 dengan
ayat sebelumnya yaitu ayat Q.s Al-Hasyr : 17 bahwasanya didalam ayat ini
membahas tentang orang-orang yang zalim dinyatakan kekal didalam neraka, sebab
mereka tidak memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat) , padahal kita senatiasa dianjurkan untuk mempersiapkan dan
memperhatikan perbuatan kita untuk hari esok agar kita bisa selamat dari siksa
apai neraka.
Sedangkan pada ayat sesudah Q.s Al-Hasyr:
18 terdapat Q.s Al-Hasyr :19 yang bahwasanya didalam ayat ini kita dilarang
menjadi orang yang lupa kepada Allah, lupa kepada diri sendiri, sehingga kita menjadi
orang yang fasik. Dalam larangan ini kita diperintahkan untuk selalu
memperhatikan perbuatan kita untuk hari esok, karena setiap perbuatan yang
dilakukan akan diminta pertanggung jawaban dan mendapatkan ganjarannya.
Maka dalam Q.S Al-Hasyr : 18 inilah yang
membahas tentang upaya yang harus dipertimbangkan umat Muslim untuk
memperoleh manfaat di masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal ini yakni
dalam melakukan kegiatan aktivitas ekonomi seperti investasi, menabung, dan
pembentukan bank islami, hendaknya setiap mengambil keputusan atau menentukan
perilaku yang akan diperbuatkan harus benar-benar diperhitungkan. Karena semua
yang hendak dilakukan tersebut akan mendatangkan manfaat bagi diri kita sendiri
dimasa yang akan datang.
5. Asbabun Nuzul Q.S Al-Hasyr
(59) : 18
Tidak terdapat Asbabun Nuzul pada Q.S Al-Hasyr : 18
6. Tafsiran Q.S
Al-Hasyr (59) :18
Dalam mengupas
ayat ini, penulis berpedoman kepada tiga kitab tafsir terkemuka, yakni kitab Tafsîrat-Thabariy,
Tafsîr Ibnu Katsîr dan Tafsîr al-Qurthubiy. Ayat ini – secara
eksplisit — menyebutkan perintah “bertaqwa” kepada Allah (ittaqûLlâha).
Disebutkan dalam Tafsîr ibnu Katsîr bahwa taqwa sendiri diaplikasikan
dalam dua hal, menepati aturan Allah dan menjauhkan diri dari laranganNya.Jadi,
tidak bisa kita mengatakan “saya telah menegakkan shalat”, setelah itu
berbuat maksiat kembali. Karena makna taqwa sendiri saling bersinergi, tidak
dapat dipisahkan. Bandingkan dengan penjelasan al-Qurthubiy dalam kitab
tafsirnya Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, yang menyatakan bahwa perintah
taqwa (pada rangkaian ayat ini) bermakna: “Bertaqwalah pada semua perintah dan
larangannya, dengan cara melaksanakan farâidh-Nya (kewajiban-kewajiban)
yang dibebankan oleh Allah kepada diri kita — sebagai orang yang beriman — dan
menjauhi ma’âshî-Nya(larangan-larangan) Allah, yang secara keseluruhan
harus kita tinggalkan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Mengenai
pertanyaan: “Apakah kita – selamanya — harus bertaqwa kepada Allah?” Jawabnya:
“Tentu saja; dharûriyyan (bahasa Arab), absolutely (bahasa
Inggris), tidak boleh tidak!”. Karena kita adalah orang-orang yang beriman,
yang memiliki komitmen untuk bertaqwa kepada Allah. Perintah bertaqwa dalam hal
ini ditujukan bagi orang-orang yang beriman(Yâ ayyuhâ l-ladzîna âmanû).
Sedangkan orang yang belum beriman haruslah beriman terlebih dahulu, untuk
kemudian bertaqwa.
Penggalan ayat
selanjutnya memunyai makna yang mendalam. Waltanzhur nafsun mâ qaddamatl
ighadin. Dan hendaklah seseorang melihat apa yang telah ia perbuat (di masa
lalu) untuk hari esok. Dalam Tafsîr at-Thabariy dijabarkan: “Dan
hendaklah seseorang melihat apa yang telah diperbuatnya untuk hari Kiamat.
Apakah kebajikan yang akan menyelamatkannya, atau kejahatan yang
akanmenjerumuskannya?
Kata-kata ‘ghad’
sendiri dalam bahasa Arab berarti “besok”. Beberapa mufassir (pakar tafsir)
menyatakan dalam beberapa riwayat: Allah “senantiasa mendekatkan hari kiamat
hingga menjadikannya seakan terjadi besok, dan ‘besok’ adalah hari kiamat”.
Ada juga yang
mengartikan ‘ghad’ sesuai dengan makna aslinya, yakni besok. Hal inibisa
diartikan juga bahwa kita diperintahkan untuk selalu melakukan introspeksi dan
perbaikan guna mencapai masa depan yang lebih baik. Melihat masa lalu,yakni
untuk dijadikan pelajaran bagi masa depan. Atau juga menjadikan pelajaran masa
lalu sebuah investasi besar untuk masa depan.
Dalam kitab Tafsîribnu
Katsîr, ayat ini disamakan dengan perkataan hâsibû anfusakum qablaan
tuhâsabû. Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum nanti kalian dihisab
(di hari akhir).
(WattaqûLlâh) Dan
bertaqwalah kepada Allah. Kalimat kedua (wattaqûLlâh) sama dengan
pernyataan Allah dalam kalimat pertama ayat ini. Perintah bertaqwa disebutkan
dua kali sebagai sebuah bentuk penekanan. Hal ini menggambarkan betapa
pentingnya ketaqwaan kita kepada Allah. Bahkan, perintah bertaqwa juga
disebutkan oleh para khatib – secara eksplisit– pada setiap khutbah Jum’at.
Al-Qurthubiy menjelaskan bahwa kalimat wattaqûLlâh pada rangkaian yang
kedua (dalam ayat ini) memberikan pengertian: “Seandainya rangkaian kalimat
pertama (wattaqûLlâh) bisa dipahami sebagai perintah untuk bertaubat
terhadap apa pun perbuatan dosa yang pernah kita lakukan, maka pengulangan
kalimat wattaqûLlâh pada ayat ini (untuk yang kedua kalinya) memberikan
pengertian agar kita berhati-hati terhadap kemungkinan perbuatan maksiat yang
bisa terjadi di kemudian hari setelah kita bertaubat, karena setan tidak akan
pernah berhenti menggoda diri kita”.
InnaLâha
khabîrun bimâta’malûn (sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan),
memberikan pengertian bahwa baik dan buruknya perbuatan kita tidak akan pernah
lepas dari pengawasan Sang Khaliq (Allah), kapan pun dan di mana pun.
Secara
tidaklangsung, ayat ini telah mengajarkan kepada kita suatu hal yang sangat
mendasardari Time Management dalam cakupan waktu yang lebih luas. Jika
biasanyahanya mencakup kemarin, besok, dan sekarang, dalam ayat ini dibahas
waktu didunia dan di akhirat. Karena memang, keterbatasan waktu kita di dunia
harusbisa kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk mendapatkan tempat yang
terbaikdi sisiNya. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang bertaqwa.
Tidak terbatas
pada Time Management, tapi juga Life Management. Manajemen hidup
sebagai muslim, yang berorientasikan Allah dan hari Akhir. Menjadikan perbuatan
di dunia sebagai wasilah (sarana) menuju Allah. Ingat! Tujuan penciptaan
kita adalah untuk beribadah pada Allah. Meski begitu, dalam kesehariannya, kita
juga tidak boleh melupakan kedudukan kita di dunia. Keduanya kita jadikan
sarana untuk menambah perbendaharaan amal shalih.
Allah
Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk melakukan
kehendak dari keimanan dan konsekwensinya yaitu tetap bertakwa kepada Allah
Subhaanahu wa Ta'aala baik dalam keadaan rahasia maupun terang-terangan dan
dalam setiap keadaan serta memperhatikan perintah Allah baik syariat-Nya maupun
batasan-Nya serta memperhatikan apa yang dapat memberi mereka manfaat dan
membuat mereka celaka serta memperhatikan hasil dari amal yang baik dan amal
yang buruk pada hari Kiamat. Karena ketika mereka menjadikan akhirat di hadapan
matanya dan di depan hatinya, maka mereka akan bersungguh-sungguh memperbanyak
amal yang dapat membuat mereka berbahagia di sana, menyingkirkan penghalang
yang dapat memberhentikan mereka dari melakukan perjalanan atau menghalangi
mereka atau bahkan memalingkan mereka darnya. Demikian juga, ketika mereka
mengetahui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala Mahateliti terhadap apa yang
mereka kerjakan, dimana amal mereka tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya dan
tidak akan sia-sia serta diremehkan-Nya, maka yang demikian dapat membuat
mereka semakin semangat beramal saleh.
Ayat ini
merupakan asas dalam meintrospeksi diri, dan bahwa sepatutnya seorang hamba
memeriksa amal yang dikerjakannya, ketika ia melihat ada yang cacat, maka segera
disusul dengan mencabutnya, bertobat secara tulus (taubatan nashuha) dan
berpaling dari segala sebab yang dapat membawa dirinya kepada cacat tersebut.
Demikian juga ketika ia melihat kekurangan pada dirinya dalam menjalankan
perintah Allah, maka ia mengerahkan kemampuannya sambil meminta pertolongan
kepada Tuhannya untuk dapat menyempurnakan kekurangan itu dan memperbaikinya
serta mengukur antara nikmat-nikmat Allah dan ihsan-Nya yang banyak dengan
kekurangan pada amalnya, dimana hal itu akan membuatnya semakin malu
kepada-Nya. Sungguh rugi seorang yang lalai terhadap masalah ini dan mirip
dengan orang-orang yang lupa kepada Allah; lalai dari mengingat-Nya serta lalai
dari memenuhi hak-Nya dan mendatangi keuntungan terbatas bagi dirinya dan hawa
nafsunya sehingga mereka tidak mendapatkan keberuntungan, bahkan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan mereka lupa terhadap maslahat diri mereka,
maka keadaan mereka menjadi melampaui batas, mereka pulang ke akhirat dengan
membawa kerugian di dunia dan akhirat serta tertipu dengan tipuan yang sulit
ditutupi, karena mereka adalah orang-orang yang fasik.
Sedangkan
Menurut tafsiran Quraish Shihab , kata tuqaddimu artinya dikedepankan digunakan
dalam arti amal-amal yang dilakukan untuk meraih manfaat dimasa datang. Ini
seperti hal-hal yang dilakukan terlebih dahulu guna menyambut tamu
kedatangannya. Perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok,
dipahami oleh Thabathaba’i sebagai perintah untuk melakukan evaluasi terhadap
amal-amal yang telah dilakukan. Ini seperti seorang tukang yang telah
menyelesaikakn pekerjaannya. Ia dituntut untuk memperhatikannya kembali agar
menyempurnakannya bila telah baik, atau memperbaikinya bila masih ada
kekurangannya, sehingga jika tiba saatnya diperiksa, tidak ada lagi kekurangan
dan barang tersebut tampil sempurna. Setiap mukmin dituntut melakukan hal itu.
Kalau baik dia dapat mengharap ganjaran, dan kalau amalnya buruk dia hendaknya
segera bertaubat. Atas dasar ini pula, ulama beraliran Syi’ah itu berpendapat
bahwa perintah takwa yang kedua dimaksudkan untuk perbaikan dan penyempurnaan
amal-amal yang telah dilakukan atas dasar perintah takwa yang pertama. Dari
satu sisi untuk mengisyaratkan bahwa tidaklah cukup penilaian sebagian atas
sebagian yang lain, tetapi masing-masing harus melakukannya sendiri-sendiri
atas dirinya, dan sisi lain ia mengisyaratkan bahwa dalam kenyataan otokritik
ini sangatlah jarang dilakukan.
Menurut Al-
Maraghi, Ma qaddamat (apa yang telah dilakukannya)
Ghat (hari kiamat) artinya karena dekatnya sebab segala yang akan datang (terjadi) adalah dekat sebagaimana dikatakan “sesungguhnya besok hari itu bagi orang yang menantinya adalah dekat”. Nasu ‘i-lah (mereka melupakan hak Allah) artinya karena mereka meninggalkan perintah-perintah-Nya dan tidak berhenti dari larangan-larangannya. Fa ansahum anfusahum, Allah menjadikan mereka melupakn nasib mereka, sehingga mereka tidak mengerjakan untuk diri mereka itu kebaikan yang akan bermanfaat baginya .
Ghat (hari kiamat) artinya karena dekatnya sebab segala yang akan datang (terjadi) adalah dekat sebagaimana dikatakan “sesungguhnya besok hari itu bagi orang yang menantinya adalah dekat”. Nasu ‘i-lah (mereka melupakan hak Allah) artinya karena mereka meninggalkan perintah-perintah-Nya dan tidak berhenti dari larangan-larangannya. Fa ansahum anfusahum, Allah menjadikan mereka melupakn nasib mereka, sehingga mereka tidak mengerjakan untuk diri mereka itu kebaikan yang akan bermanfaat baginya .
Konklusi: “Pesan Moral Ayat Ini”
Pesan-pesan
moral yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut adalah mengenai keterbatasan
waktu yang kita miliki. Benar, waktu yang kita miliki tidaklah panjang, begitu
pun denganmasa hidup kita. Lantas bagaimana kemudian kita menggunakannya dengan
baik dan benar? Adalah dengan beramal shalih. Jikalau tidak? Maka pastilah kita
akanmerugi. Inna l-insâna lafî khusrin. Sungguh seluruh manusia
berada dalam kerugian. Seperti yang sudah termaktub dalam QS Al-‘Ashr.
Dalam hal ini,
Allah memberikan pengecualian kepada orang-orang dengan kriteria tertentu : 1)
beriman 2) beramal shalih 3) saling menasihati dalam kebenaran 4) saling
menasihati dalam kesabaran). Hal-hal itulah yang harus mendapatkan perhatian
utama dalam hidup. Karena, banyak orang yang pada akhirnya lupa pada Allah karena
terlena dengan gelimang dunia. Insyâ Allah, hal tersebut akan kita bahas
pada tulisan selanjutnya. Kedua hal ini sangat dekat hubungannya, antara waktu
dan pemanfaatannya, tujuan hidup kita, dan rintangan-rintangan dalam hidup,
dengan mengambil sampel kajian QS al-Ashr.
7. Kesimpulan
Didalam
pembahasan ini kita perlu tau pengertian dari Investasi, menabung, dan
pembentukan bank Islam. Investasi disebut juga dengan istilah penanaman modal
atau pembentukan modal saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di
masa mendatang. Menabung berarti menyisihkan sebagian uang kita untuk disimpan sebagai perencanaan dalam
memenuhi kebutuhan untuk masa depan. Pembentukan Bank Islam merupakan tempat
penyimpanan uang yang aman, dan transparan sesuai dengan syariat Islam demi
untuk memenuhi kebutuhan kita dimasa depan. Hubungan Q.S Al-Hasyr :18 dari ke 3
hal tersebut sangatlah berkaitan, karena Q.S Al-hasyr membahas tentang ketaqwaan
kita dalam persiapan hari esok (kiamat) agar kita selamat dari siksa apai
neraka sedangkan investasi, menabung, dan pembentukan bank islam merupakan
perencanaan kita untuk kehidupan dimasa depan agar kita tidak melarat di hari
tua, kita sangat membutuhkan pembentukan bank islam, sebab harta kita dapat
dikelolah dengan baik sesuai dengan syariat Islam yang dimana dapat memberi
keuntungan bukan hanya diri sendiri tetapi juga buat orang lain di masa yang
akan datang.
Apabila kita
amati anatara Ilmu ekonomi hukum Syariah dengan Ilmu ekonomi nonhukum Syariah
maka ditemukan perbedaan yang mendasar yaitu disatu pihak (Ilmu ekonomi hukum
Syariah) menghormati nilai-nilai hukum pencipta manusia yang tercantum di dalam
Al-Qur’an yang kemudian di implementasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam
kehidupan sosial bermasyarakat baik ketika di Makkatul Mukarrama maupun di
Madinatul Munawwarah.
Dalam Ilmu
ekonomi nonSyariah masalah pilihan itu sangat tergantung pada perilaku yang
harus dimiliki oleh setiap muslim, maka
akan mengabaikan rambu-rambu hukum Islam. Dalam hukum ekonomi syariah,
kesejahtraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga
dialokasikan sedemikian rupa. Sehingga dengan pengaturan kembali keadaannya,
tidak seorang pun lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk. Oleh
karena itu, suka atau tidak Ilmu hukum syariah tidak dapat berarti netral
diantara tujuan yang berbeda-beda, kegiatan adanya bunga dalam investasi,
menabung dan dalam pembentukan bank dapat merupakan aktivitas yang baik dalam
sistem hukum ekonomi nonsyariah. Namun dalam hal ini tidak dimungkinkan oleh
sistem hukum ekonomi syariah.